Banjir
Seperti di pesantren-pesantren lain, di
pondok Cak Jahlun juga diwajibkan shalat berjamaah di masjid. Semua
santri mematuhinya sebab bila melanggar akan terkena sanksi. Suatu saat
menjelang shalat ashar Cak Jahlun sudah siap-siap di masjid. Adzan-pun
dikumandangkan. Setelah adzan, muadzin membaca dzikir sambil menunggu
santri yang masih shalat qabliyah ashar, sekaligus menunggu Kiai Sepuh
yang kebetulan sedang ada tamu. Lama menunggu membuat Cak Jahlun kebelet
pipis. Tiga puluh menit berlalu, para tamu sudah keluar dari ndalem kasepuhan.
Cak Jahlun bermaksud membuang hajatnya, namun ia mengurungkannya sebab
Kiai Sepuh sudah tiba di masjid. Iqamah-pun di kumandangkan. Semua
santri berdiri.
Pada saat shalat berlangsung, kebelet
pipis Cak Jahlun semakin menjadi. Dengan segenap usaha ia menahannya.
Menundukkan muka, mengernyitkan dahi, menggigit bibir ia lakukan agar ia
bisa menahan hajatnya tersebut. Kalau dilihat sepintas mungkin orang
yang melihat Cak Jahlun sedang shalat pasti akan mengira kalau Cak
Jahlun sedang khusyu’. Akhirnya shalatpun sampai pada rakaat terakhir.
Cak Jahlun agak lega sebab sebentar lagi ia bisa menumpahkan hasratnya.
Sampailah shalat mereka pada sujud terakhir, Kiai Sepuh seperti biasa
memperlama sujudnya tersebut. Namun Cak Jahlun yang sudah sejak tadi
menahan kencing sudah tidak kuat. Namun Kiai Sepuh tidak juga menyudahi
sujudnya. Akhirnya pertahanan Cak Jahlun mulai kendor dan “Srrrrrrr”,
air seninya keluar tanpa permisi menjebol pertahanannya. Masjid banjir
jamaahpun kocar-kacir. [F@R]
No comments:
Post a Comment