Hati dan Pemimpin yang Baik
Oleh : KH. Fahmi Amrullah Hadzik |
اَلْحَمْدُ لِلهِ، نَحْمَدُهُ وَ
نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ، وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ اَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ .
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّابَعْدُهُ،
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ، اِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Jamaah Jum’ah yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Haqqa tuqatihi, dengan
sebenar-benar takwa berusaha menjalankan semua perintah dan
meninggalkan semua larangan-Nya. Dan janganlah kita sekali-kali
meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan beragama Islam dan khusnul khotimah.
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Syaikh Abdul Qadir Jailani, penghulu
para wali. Beliau dikenal ketika memberikan tausiyah selalu menggunakan
bahasa yang sederhana, mudah dipahami oleh para jamaah. Tetapi banyak
jamaah yang disadarkan hanya dengan kalimat-kalimat sederhana. Suatu
hari, putra beliau yang telah menuntut ilmu di berbagai tempat,
menyaksikan sang ayah yaitu Syaikh Abdul Qadir memberikan tausiyah
kepada para jamaah. Di dalam hati sang putra mengatakan, seandainya aku
diberi kesempatan untuk berceramah niscaya banyak dari para jamaah akan
menangis dan tersadar.
Suatu hari, Syaikh Abdul Qadir Jailani
ingin mendidik sang putera. Maka di hadapan para jamaah beliau berkata,
“Putraku, berdirilah dan bertausiyahlah kepada para jamaah.” Pucuk
dicinta, ulam pun tiba. Maka segera putra Syaikh Abdul Qadir Jailani ini
memulai tausiyahnya dengan kalimat-kalimat yang indah dan memukau.
Diselingi dengan dalil-dalil Al Quran, hadis, dan qoul-qoul para
ulama. Tetapi anehnya, jangankan jamaah ini ada yang menangis, tertarik
pun tidak. Bahkan para jamaah terkesan bosan dengan apa yang
disampaikan oleh putra Syaikh Abdul Qadir tersebut.
Selesai sang putra memberikan tausiyah.
Maka berdirilah Syaikh Abdul Qadir Jailani, dan di hadapan para jamaah
beliau bertausiyah memulai kalimatnya, “Hadirin yang terhormat, semalam
istriku ummul fuqara’ menghidangkan ayam panggang yang sangat
lezat. Tiba-tiba seekor kucing menyambar ayam tersebut dan
mengambilnya,” mendengar kalimat yang diucapkan oleh Syaikh Abdul Qadir
tersebut, para jamaah histeris. Banyak di antara mereka menangis.
Melihat kejadian ini, sang putra menjadi
heran. “Ketika saya bertausiyah, saya sampaikan Al Quran, hadis, mereka
tidak ada yang menangis. Tapi giliran ayah menyampaikan sesuatu, yang
sebenarnya tidak bermakna. Kucing mencuri ayam panggang. Mengapa para
jamaah ini menangis?”
Rupanya, para jamaah menafsirkan apa
yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Qadir tentang kucing yang mencuri
ikan di atas. Ada yang menafsirkan bahwa itu seperti manusia yang su’ul khotimah, ada
juga tafsiran lain seperti amal baik manusia yang dicuri oleh setan,
dan tafsiran-tafsiran yang lain. Mengapa, dengan kalimat yang sederhana
tetapi mampu menyadarkan para jamaah untuk berpikir.
Hadirin Jamaah Jumah Rahimakumullah
Tidak lain karena Syaikh Abdul Qadir
Jailani ketika menyampaikan sesuatu itu dengan hati. Apa yang keluar
dari lisannya, sesungguhnya itu berasal dari hati. Sehingga apa yang
keluar dari hati, akan mudah masuk kepada hati yang lain. Karena itu,
sekarang banyak pemimpin, baik kenegaraan maupun keagamaan, yang tidak
ditaati oleh rakyat dan umatnya.
Banyak penyebab yang
melatarbelakanginya, sekarang rasanya sudah tidak ada pemimpin, yang
banyak adalah pejabat. Kalau pun ada pemimpin, itu pun bermental
pejabat. Cirinya adalah mereka lebih mengutamakan hak daripada
kewajiban. Hak untuk mendapatkan tunjangan ini dan itu. Hak untuk
mendapatkan mobil dinas, perumahan, dan sebagainya. Mereka minta
dilayani, tapi tidak mau melayani. Mereka lupa bahwa hakikat pemimpin
itu adalah pelayan sebagaimana kata Rasulullah SAW :
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”
Hakikat pemimpin adalah pelayan. Maka
ketika seorang pemimpin lebih mengutamakan hak daripada kewajibannya,
tentu saja sulit akan diikuti dan ditaati oleh rakyat atau umatnya.
Kedua, ketika mereka berbicara tidak menggunakan hatinya. Sehingga apa
yang mereka bicarakan itu berbeda dengan apa yang mereka kerjakan.
Padahal seorang pemimpin itu seharusnya mempunyai rambu-rambu. Ketika
berbicara dan memberikan petunjuk hendaknya berdasarkan aturan-aturan,
bukan hanya aturan negera tapi juga aturan Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُوْنَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوْا وَكَانُوْا بِآيَاتِنَا يُوْقِنُوْنَ
“Dan Kami jadikan diantara mereka
pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika
mereka bersabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.”
Di dalam surah lain, al-Anbiya ayat 73:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُوْنَ
بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَآ إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ
الصَّلَاةِ وَإِيْتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوْا لَنَا عَابِدِيْنَ
“Dan Kami jadikan mereka
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami. Dan telah
Kami wahyukan kepada mereka untuk berbuat kebajikan, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka
menyembah.”
Artinya seorang pemimpin itu ketika
berbicara dituntun oleh Allah, seharusnya. Tentu berbeda dengan pejabat.
Karena itu, tidak salah apa yang dikatakan oleh Gus Dur, bahwa di
Indonesia ini apa yang dikatakan itu berbeda dengan apa yang dikerjakan.
Berbicara menentang korupsi, koruptor harus dihukum ini dan itu.
Ternyata dia tertangkap tangan meneriman suap. Ini pejabat, bukan
pemimpin. Maka menjadi sulit sekarang ini, kita mencari sosok pemimpin
yang tepat untuk bangsa Indonesia ini.
Ketiga, karena mereka tidak bisa
memberikan suri tauladan yang baik. Sehingga ketika seseorang itu sulit
memberikan suri tauladan, maka yang lain pun akan sulit untuk
mengikutinya. Padahal, satu perbuatan yang baik jauh lebih efektif
daripada seribu kali berkata-kata. Maka kalau kanjeng Nabi lebih suka
berdakwah bi al-hal, dengan perbuatan. Karena dakwah dengan perbuatan itu lebih efektif dibandingkan dengan dakwah lewat kata-kata.
Apalagi kita berkata-kata, berucap, dan
merintahkan ini dan itu tetapi kita tidak mampu melaksanakannya. Maka,
sesungguhnya kita semua ini adalah pemimpin. Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatihi. Kamu
semua adalah pemimpim, paling tidak menjadi pemimpin bagi diri sendiri.
Maka hendaknya kita menjadi pemimpin yang baik, karena kita akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kita.
Semoga bermanfaat. Semoga kita menjadi
pemimpin-pemimpin yang baik, dan kita mendapatkan pemimpin-pemimpin yang
baik dan soleh. Sehingga negeri Indonesia ini akan menjadi baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.
إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ، كَلَامُ اللهِ
الْمَلِكُ الْمَنَّانُ، وَبِالْقَوْلِ يَهْتَدُ الْمُرْتَضُوْنَ. مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ، وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا، وَمَارَبُّكَ
بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ. بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلآيَةِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ
هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ
No comments:
Post a Comment